TANTANGAN PERANTAUAN BAGI MUDA MUDI DI SURABAYA – JOY NATHANAEL

Nuansa Kota Surabaya di malam hari, Jumat (16/9/2022) pada pukul 18.40 WIB.


Surabaya – Hingga saat ini, Kota Surabaya tengah didatangi oleh muda mudi pelajar yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Muda mudi ini datang dengan tujuan mencari pengalaman baru dan mengenyam pendidikan yang ditawarkan oleh sejumlah universitas setempat. Tantangan dalam proses merantau tentunya akan dirasakan oleh muda mudi ini, khususnya dalam hal beradaptasi dan bersikap independen. Namun, tidak semua muda mudi dapat menghadapi ragam komplikasi merantau. Mereka membutuhkan persiapan yang cukup sehingga mampu mengadaptasikan diri di tengah keseharian penduduk Kota Surabaya, Jawa Timur.

 

Bagi seorang pelajar muda, terdapat beberapa tantangan dalam bertahan hidup di Surabaya seperti mengatur keuangan, kebutuhan pokok, emosi hingga pemenuhan jadwal dalam berkuliah. Dalam hal ini, setiap dari individu memiliki cara mereka sendiri dalam menjalankan kesehariannya. Berikut tanggapan dari beberapa pelajar muda yang sedang melaksanakan perantauannya di Surabaya.

 

Desbrient, selaku mahasiswa Teknik Informatika, Universitas Surabaya, menjadi salah satu pelajar muda yang tengah beradaptasi di Surabaya. Ia merupakan lulusan dari salah satu SMA yang berada di Kalimantan Tengah. Adapun proses perantauan ini sesuai dengan harapannya untuk datang ke Surabaya, terutama dalam memulai relasi dan pengalaman baru.

 

“Jadi aku pertama datang ke sini tanggal 12 Juli, jadi pas tanggal 12 September kemarin sudah jadi dua bulan. Kalau tantangan merantau di Surabaya itu yang pertama adalah pergaulan sih, karena pergaulan di sini kan beda dengan yang ada di Kalimantan. Yang kedua adalah kemandirian, sekarang sudah mulai berkembang kalau dalam hal mandiri,” tanggapnya, Kamis (15/9/2022).

 

Desbrient juga sempat menyatakan bahwa dalam mengatur keuangan, ia memiliki prinsip berupa usaha pengeluaran sehari yang tidak lebih dari Rp50.000. Selama menetap di Surabaya, ia berhemat dengan cara meminimalisasi pemakaian listrik di kos-kosannya dan memperhitungkan kebutuhan pokok tiap bulannya agar tidak berlebihan. Mengenai jadwal kuliah, semuanya telah ia atur melalui Kartu Rencana Studi (KRS) sehingga jadwal kuliahnya dapat tersusun dengan benar dan tidak berantakan.

 

Di sisi lain, terdapat Aliyah, selaku mahasiswa Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Ia merupakan pendatang dari Banten dan tengah merantau di Surabaya. Sejak lama, Aliyah memang berkeinginan untuk menjalankan studinya di kota ini.

 

“Aku di sini dari bulan Agustus awal, jadi sudah satu setengah bulan menetap di Surabaya. Di sini culture shock-nya lebih ke kendaraan sih kalau kataku, jalan di sini tuh ganas-ganas, kayak supir-supir segala macam itu mereka gak ada yang mau ngalah, jadi kalau bawa kendaraan harus hati-hati. Di sini juga panas banget, ke mana-mana harus pake sunscreen, tapi enaknya itu jemuran cepat kering,” terangnya, Jumat (16/9/2022).

 

Terdapat pula tanggapan dari Milen, selaku mahasiswa Informatika, UPN Veteran Jawa Timur. Milen merupakan pendatang dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Selaku perantau, ia juga menghadapi beberapa tantangan di Surabaya.

 

“Tantangan yang saya alami sejauh ini, yang pertama adalah keterbatasan bahasa, seperti yang kita ketahui bahwa orang Surabaya rata-rata ngomongnya pakai bahasa Jawa, keterbatasan bahasa ini terkadang membuat saya tidak mengerti apa artinya. Yang kedua adalah perbedaan suasana, cuaca di Surabaya lumayan panas dan juga lokasinya tergolong ramai, mengingat jumlah populasi masyarakatnya. Yang ketiga adalah rasa rindu akan orang tua,” ucapnya, Jumat (16/9/2022).

 

Terlepas dari ragam tantangan tersebut, Milen juga memperoleh personal development selama merantau di Surabaya. Bagi Milen, personal development pertama yang ia peroleh adalah mental control, yaitu mengatur kondisi mental saat berada di lingkungan dan situasi yang baru. Kedua adalah adaptasi yang cepat, dengan adaptasi yang cepat membuat kita tidak seperti orang yang bingung akan situasi yang baru. Ketiga adalah toleransi, yakni menghargai dan menghormati kebiasaan masyarakat, contohnya melalui pengakuan atas kebiasaan berbahasa Jawa.

 

Sementara itu, orang tua juga bertanggapan terkait fenomena merantau ini. Mereka memiliki alasan tersendiri dalam menyetujui karsa muda mudi untuk merantau ke kota lain, terlebih dalam menuntut ilmu pengetahuan dan melancarkan proses pendewasaan. Berikut tanggapan dari salah satu orang tua yang mendukung proses merantau bagi anak muda.

 

“Sangat baik untuk seorang anak merantau, apalagi dengan tujuan untuk menempuh pendidikan di tempat yang lebih baik. Merantau juga bisa melatih anak untuk bersikap mandiri, anak dilatih agar dapat secara mandiri mengatur kehidupannya sehari-hari, termasuk dilatih untuk dapat mengambil keputusan sendiri. Sejauh anak tersebut bersikap positif, dapat memilah hal yang baik dan buruk, saya menganggap bahwa merantau merupakan hal yang dapat mendewasakan seorang anak,” jelas Ika, Jumat (16/9/2022).

 

Tantangan dari adanya proses merantau justru dialami oleh muda mudi yang menetap di Surabaya. Namun, proses tersebut juga bermanfaat dalam mendewasakan seorang anak muda, terutama dalam melatih independensi. Alhasil, mereka berpeluang mengembangkan personal development yang sifatnya membangun.

 

_____________________

Nama      : Joy Nathanael

NIM        : 22041184092



 

Comments

Popular Posts