HAFIZAH MUDA TETAP EKSIS DI ERA MILENIAL – NAHDLAH UMMUL
Menghafal Al-Qur’an merupakan salah satu cita-cita
sebagian besar umat islam di dunia. Namun tidak semua memperjuangkannya dengan
serius dan dengan jalan yang mulus, terutama anak muda di tengah gempuran era
modern dan segala kesibukannya. Meski begitu berbeda halnya dengan Safira Abida
dan Alfiyah Riska. Dua muslimah muda asal Surabaya yang kini berusia 18 tahun sudah
berhasil menuntaskan hafalan Al-Qur’an 30 juz sejak ia masih berusia 15 tahun.
Safira dan Alfi menuntaskan hafalannya di bangku
Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang mana sekolah tersebut berbasis hafalan
Al-Qur’an (tahfidz). Ketika lulus dari SMP mereka memasuki Sekolah Menengah
Atas (SMA) yang tidak berbasis pondok pesantren sehingga mereka harus fokus
menjaga hafalannya sendiri.
Meskipun sudah menjadi hafizah Safira dan Alfi tetap
seperti anak muda pada umumnya. Mereka senang aktif di organisasi, senang traveling, juga nongkrong di kafe-kafe
yang sedang hits.
Masih banyak stereotipe di masyarakat kalau seorang
hafizah identik dengan pakaian syar’i
nya, aktivitasnya yang hanya berkutat seputar Al-Qur’an, juga
pemikiran-pemikiran idealisnya. Namun Safira membantah semua stereotipe
tersebut.
“Tugas kita setelah menghafal Al-Qur’an itu kan
mengamalkannya, dan ngamalinnya tuh bisa sambil nongkrong tapi tetap
pakai baju yang menutup aurat, traveling
tapi tetap ingat salat, dan tadi itu sambil berorganisasi bisa sambil
nyampaikan kebaikan di Al-Qur’an” ungkap Safira.
Alfi kemudian menambahkan bahwa mereka perlu mengikuti zaman agar dalam menyampaikan isi Al-Qur’an mereka tetap bisa diterima di kalangannya (anak muda).
Dalam kesehariannya selain bersekolah Safira menyempatkan waktu untuk nongkrong bersama teman-temannya dan traveling di akhir pekan bersama keluarganya yang kebetulan satu hobi dengan ia. Sedangkan Alfi lebih senang melakukan aktivitas bersama organisasinya, baik organisasi di sekolah maupun di lingkungan rumahnya seperti kegiatan karang taruna.
Safira mengungkapkan dengan hobi travelingnya sering mengingatkan ia dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang
berkait dengan tempat yang sedang ia datangi, hal tersebut membuatnya semakin
yakin dengan apa yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Dengan kesibukan yang dilalui tiap harinya, Alfi membagikan
tips manajemen waktunya dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.
“Sepadat apapun kegiatan di hari itu harus tetap
ngaji. Habis salat subuh atau sebelum tidur harus tetap nyempatin buat ngaji dua lembar gitu
misalnya. Waktu salat juga manfaatkan buat murojaah
hafalan kalau bisa runut dari juz satu.” tutur Alfi.
Safira pun menegaskan agar senantiasa dapat memilah waktu untuk belajar, bermain, dan kapan mengulang hafalan.
Mereka berdua sepakat tidak ada halangan antara
menjaga hafalan Al-Qur’annya dengan kesibukannya sebagai anak muda. Karena
menjaga hafalan bisa dengan mendengarkan murottal selama perjalanan ke suatu
tempat, murojaah ketika salat, yang mana dua hal tersebut tidak memakan waktu
tersendiri sekalipun akhirnya tetap perlu meluangkan waktu tersendiri.
Ketika mulai malas dalam murojaah hafalannya, mereka
senantiasa mengingat perjuangannya dalam menghafalkan Al-Qur’an dimasa dahulu
dan terus membayangkan cita-citanya, yakni memberikan kedua orangtuanya mahkota
dan jubah kemuliaan di akhirat kelak seperti yang Allah janjikan bagi para
penghafal Al-Qur’an.
Penulis : Nahdlah
Ummul Khair
NIM : 22041184088
Comments
Post a Comment