KONVERSI LPG 3 KG KE KOMPOR INDUKSI, AKANKAH MASYARAKAT SETUJU? – JOY NATHANAEL
Masyarakat diperhadapkan dengan rencana pemerintah untuk
mengonversi penggunaan kompor gas LPG 3 Kg menjadi kompor berdaya listrik.
Lantas, bagaimanakah tanggapan masyarakat sekitar akan hal ini? (Pexels/Ketut
Subiyanto).
Surabaya – Usai kenaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah
baru saja mengeluarkan rencana baru untuk mengonversi tabung gas LPG 3 Kg
dengan kompor listrik. Hal ini pun menuai pro dan kontra dari masyarakat
Indonesia, terlebih di Surabaya. Adapun Plt Dirjen Ketenagalistrikan
Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan motif dari adanya kebijakan
tersebut.
“Kita memang ingin meningkatkan dari sisi ketahanan
energi nasional, kita sama-sama paham kalau menggunakan LPG saat ini, 75 persen
ini kan sumbernya adalah dari impor. Dan sekarang, mulai dari awal tahun
sebetulnya, sekarang sudah mulai terjadi harga ini tidak bisa kita kontrol dan arahnya
semakin naik dan mahal. Kita lihat harga LPG sekarang, selisihnya antara harga
keekonomian dengan harga yang disubsidikan memang semakin melebar,” ucapnya
melalui siaran CNN Indonesia, Rabu (21/9/2022).
Dalam hal ini, sejumlah masyarakat mulai menanggapi
kebijakan pemerintah tersebut. Seorang pedagang bakso gerobak bernama Muliono
turut menentang konversi LPG ini. Ia mengatakan bahwa kompor listrik tergolong
sulit untuk dapat dioperasikan.
“Saya tidak setuju, ribet,” tanggapnya, Sabtu
(24/9/2022).
Agus, selaku pedagang makaroni telur gerobak juga ikut
menanggapi kebijakan konversi ini. Ia setuju terhadap penggunaan kompor listrik
dalam menggantikan LPG. Adanya kompor listrik ini dianggap sebagai alternatif
yang bagus, khususnya dalam menghadapi ketersediaan LPG yang terkadang tidak
mencukupi dan cenderung telat datangnya.
“Mungkin gampang ya kalau listrik, bisa langsung dicolok gitu.
Kalau LPG kan, menurut saya ribet,” ujarnya, Sabtu (24/9/2022).
Selain dari pedagang kaki lima, Susilo pun memberikan
tanggapannya terkait konversi LPG, inklusif mengenai ketahanan energi di
Indonesia. Selama konversi LPG menjadi kompor listrik ini tidak membebani
masyarakat, ia setuju saja. Ia juga menyarakan agar kebijakan konversi ini
harus benar-benar diperhitungkan dampaknya, tidak langsung membuat masyarakat
terbebani. Ia berpendapat demikian sebab dampak kenaikan BBM sebelumnya sudah
cukup memengaruhi daya beli sebagian masyarakat.
“Pertimbangannya banyak sekali, ketika diganti dengan
listrik, yang dikhawatirkan adalah kenaikan Penyimpanan Daya Listrik (PDL)-nya.
Jadi otomatis jika listrik yang digembar-gemborkan sekarang adalah 1000 watt
yang mau dibagi-bagikan, sangat tinggi sekali itu memakan banyak listriknya,”
jawabnya, Sabtu (24/9/2022).
Ia menekankan bahwa memang limpahan batu bara di
Indonesia sangat tinggi sekali (tentang pembangkit listrik). Namun kembali
lagi, apakah pemerintah sudah memperhitungkan dan memperhatikan dampaknya
apabila nanti gas LPG telah dikonversi menjadi kompor listrik, terutama
berbekal biaya-biaya yang akan ditanggung oleh masyarakat.
Sementara itu, Tia juga turut menyatakan pandangannya
selaku ibu rumah tangga. Ia tidak setuju terhadap penggunaan kompor listrik,
kompor listrik ini dianggap membebani masyarakat karena pemakaian listriknya
yang cukup besar, mengingat diversitas PDL di setiap kediaman penduduk. Meskipun
harganya lebih irit, tetapi jika seseorang memasak dalam kurun waktu yang lama,
otomatis listrik yang digunakan juga masif.
“Cuman kan, kalau kompor listrik itu, watt-nya paling
kecil kurang lebih 1000-an, bahkan lebih biasanya. Katakanlah kalau rata-rata
pemakaian daya listrik rakyat kecil di rumahnya itu mungkin sekitar 450 watt
hingga 900 watt. Nah, sekarang bayangin kalau pakai kompor induksi 1000 watt,
apa gak jegleg itu listrik di rumah mereka,” terangnya, Sabtu
(24/9/2022).
Berbicara tentang ketahanan energi, Tia mengutarakan
bahwa konversi ini tidak sepenuhnya mendorong ketahanan energi di Indonesia.
Meski Indonesia memiliki ketersediaan batu bara yang melimpah, batu baru tetap
tergolong sebagai sumber daya yang tidak terbarukan. Bila seluruh masyarakat
beralih menggunakan kompor listrik, tentunya hal ini berdampak pada
ketersediaan batu bara yang lambat laun akan habis juga.
“Dibenahi dulu lah dari hulunya. Lebih baik kan pakai
pembangkit listrik tenaga surya,” tambahnya, Sabtu (24/9/2022).
______________________
Nama : Joy Nathanael
NIM : 22041184092
Jenis Berita : Soft News
Comments
Post a Comment